KISAH SI ONZEKER

Oleh: Nastiti

Hai!

Perkenalkan, namaku Onzeker[1].

Jujur, aku senang sekali mendapatkan kesempatan ini untuk berbagi sepotong kisah keluh kesahku. Mungkin, sebagian dari kalian ada yang mengalami hal serupa denganku. Yah… aku sebenarnya tidak mengharapkan lebih, aku hanya ingin sekadar bercerita saja untuk melepas rasa lelahku.

Oke, begini ceritaku…

Hari dan bulan itu, aku bertemu dengan dia yang bernama Ondergang.[2] Aku pikir, aku akan senang bertemu dengannya, tetapi ternyata dia adalah gerbang utamaku menjadi seorang yang probleem maken[3]. Ondergang benar-benar membuatku jatuh saat itu. Apalagi, setelah dia memberikan penilaian tentang kenyataan yang telah aku hadapi.

Aku tak bisa melukiskan perasaanku saat itu.

Sehari bersamanya telah membuatku sedih.

Aku berusaha menahan air mataku, tetapi aku tidak bisa memaksakannya lagi. Oke… aku tidak punya pilihan lain selain membiarkannya mengalir, membasahi pipiku. Aku merasa sesak dan sulit untuk berbicara. Ya udah sih, cuman hari ini aja kok, besok juga biasa lagi. Aku berusaha menguatkan diriku karena memang masih ada hari esok ‘kan?

Eh, tapi…

Kayaknya aku salah besar deh.

Di hari berikutnya, aku membuat kesalahan lagi. Aku lupa menyelesaikan yang sudah seharusnya aku selesaikan. Kali ini, hanya aku, tidak ada yang lainnya. Minggu berikutnya, aku membuat masalah lagi dan lagi. Aku telah membuat seseorang yang berhati lembut menjadi kecewa. Ada apa denganku? Kenapa aku selalu saja membuat kesalahan?

Akhirnya, aku sadar bahwa aku telah menjadi probleem maken.

Setiap malam, sebelum tidur, air mata adalah ‘obat penenang’ yang pasti aku konsumsi. Dengan suasana kamar yang gelap, aku menutup wajahku dengan bantal. Aku tidak ingin seorang dari keluargaku mengetahui hal ini. Aku tidak mau membebani mereka dengan penderitaanku.

Aku teringat dengan Ondergang dan kesalahan bodoh yang telah aku lakukan. Bukan hanya itu, aku juga teringat dengan kebahagiaan dan kelebihan yang dimiliki oleh teman-temanku. Beruntung sekali mereka, enak ya jadi mereka. Mahir dalam bidang apa saja. Good looking. Disukai banyak orang dan aku yakin mereka pasti bisa mencapai impian mereka, yang mana itu juga impianku.

Malam itu, aku merasa dilempar ke sebuah jurang yang sangat dalam dan gelap. Tidak ada yang menolongku dan aku juga tidak bisa menolong diriku sendiri. Hanya gema dari jeritan yang meyertaiku.

Onzeker memang pantas menerima semua ini. Aku men-judge diriku sendiri.

Aku sudah kehilangan harapan,

                 Dan aku tidak melihat keindahan sedikit pun di depan sana.

Sepertinya, aku harus melakukannya.

Terlintas di kepalaku untuk mengakhiri hidup, entah dengan pisau atau seutas tali. Sepertinya, hatiku lebih terpikat dengan sebilah pisau. Jangan khawatir, aku tidak langsung melakukannya, kok. Aku masih berpikir panjang. Coba enggak, ya? Tinggal ambil aja, ‘kan di dapur? Eh, kayaknya enggak deh, soalnya aku belum benar-benar berakhir setelah mendarat di dasar jurang ini. Aku membuka mata perlahan dan melihat sebuah cahaya, yah… walau itu sangat kecil seperti satu bintang yang sendirian di langit malam. Aku mencoba membangun harapan itu kembali. Namun, entah mengapa aku merasa lelah dan tidak mampu untuk bangkit.

Istirahat bentar dulu kali, ya?

Oke deh.

Beberapa hari setelah istirahat, aku masih merasa lelah. Aneh, aku ‘kan sudah beristirahat, kenapa aku masih saja lelah? Oh, jangan-jangan kali ini aku sudah sungguh kehilangan harapanku? Ah… ternyata itu benar.

Udah ya, Onzeker, enggak usah kebanyakan berharap lagi pengen ikut ini-itu kayak teman-teman kamu. Mending kamu jauhin ‘tuh mereka, soalnya kamu enggak sebanding sama mereka. Sebaiknya, kamu habiskan saja air matamu, jangan biarkan ada yang tersisa.

Benar, aku memang sebaiknya mati saja. Aku yakin, jika aku mati, mereka semua akan menangisi kepergianku. Dan, memang itu yang aku inginkan dalam hidupku. Oke… aku akan menguras air mataku sampai hembusan napas terakhir.

Tiba-tiba…

Kepalaku menjadi sakit. Aku kira hanya hari itu saja.

Tapi, hal yang sama terjadi setiap aku menangis.

Aduh… kenapa, ya?

Ini sungguh menyiksaku.

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Aku menenangkan diriku sejenak. Pikiranku kembali melayang, aku teringat dengan Geluk[4]. Meskipun dia sudah lama tidak menemuiku, Geluk membuat aku tersenyum sedikit. Aku mengingat kenangan indah yang telah aku lalui bersamanya. Aku mulai tertawa kecil. Terakhir aku bertemu dengannya, dia berkata,

Onzeker, kamu kalau capek, istirahat dulu ya. Enggak cuma fisik aja tapi mental juga butuh istirahat. Jangan sakitin diri sendiri, kasihan tubuh yang enggak salah malah dijadiin pelampiasan. Satu lagi… jangan sekali-sekali kamu meminta kematian kepada-Nya. Ketahuilah, Dia sangat menyayangimu.”

Aku kerap mengharapkan kematian. Aku sudah lelah.

Namun, dunia ini bukanlah ‘tempat istirahat’ sesungguhnya.

Lalu…

Secara samar, aku mendengar seperti ada suara lembut yang berbisik, “Kamu sudah hidup sejauh ini. Sabar… bertahanlah sedikit lagi. Bisa jadi, Dia mungkin sedang mempersiapkan akhir hidup yang indah untukmu.”

Alarm hatiku berdering dengan keras. Aku tersadar, memang hidup tidak ada yang selalu indah. Aku lalu mengubah mindset-ku tentang arti hidup yang sebenarnya. Ini adalah proses pendewasaan untuk diriku, misschien[5]. Kini, aku mulai berpikir bahwa Ondergang adalah sosok yang melatihku untuk menjadi sterk[6].

Entah bagaimana pendapat kalian mengenai ceritaku ini, tetapi Onzeker sekarang sudah merasa lebih baik dengan menuliskannya di sini. Terima kasih untuk kalian yang telah membaca cerpen dari Onzeker.

Als jullie hebben een probleem, vertel maar.[7]

Don’t forget to praying everyday.

Stay strong and always love yourself.

-Tamat-


[1] Onzeker (Tidak percaya diri)

[2] Ondergang (Kehancuran)

[3] Probleem maken (Membuat masalah)

[4] Geluk (Kebahagiaan)

[5] Misschien (Mungkin)

[6] Sterk (Kuat)

[7] Als jullie hebben een probleem, vertel maar (Jika kalian punya sebuah masalah, ceritakan saja)

Geef een reactie

Het e-mailadres wordt niet gepubliceerd. Vereiste velden zijn gemarkeerd met *