Door: Sella Wihelmina
Pernah beradu argumen dengan seseorang yang usianya lebih tua dari kita? Apakah seringkali ujungnya kita kalah berargumen? Tampaknya itu menjadi hal yang lumrah bagi sebagian atau bagi kebanyakan orang di Indonesia. Bagi mereka, mereka punya relasi kuasa yang lebih tinggi dibanding lawan bicaranya sehingga apapun yang kita utarakan rasanya salah, sekalipun apa yang kita katakan memang benar.
Tak ada yang salah memang jika kita berpendapat kemudian pendapat kita dianggap kurang tepat. Yang salah itu jika pendapat kita benar dan logis tapi dicari celah untuk disalahkan hanya karena kita lebih muda, yang mana sangat sering dianggap ‘belum mengenal dunia’, ‘belum mengenal asam garam kehidupan’, atau ‘belum banyak pengalaman’.
Dewasa ini teknologi memudahkan penggunanya untuk memeroleh informasi yang kredibel. Tak ada alasan bagi mereka yang menyebut orang yang lebih muda darinya belum mengenal dunia. Nasib kehidupan seseorang berbeda-beda, ada yang merasakan pahitnya hidup dari kecil dan ada yang merasakannya di saat dia dewasa. Tak ada alasan bagi mereka yang menyebut orang yang lebih muda darinya belum mengenal asam garam kehidupan dan belum banyak pengalaman.
Hanya dengan alasan usia rasanya kita tidak diberikan kebebasan untuk berpendapat. Semua orang yang lebih tua usianya dari kita dianggap lebih pintar. Padahal dunia berubah dan terus berkembang setiap detiknya, semua orang bisa menjadi lebih pintar tanpa memandang usia. Miris jika nyatanya kebebasan berpendapat bergantung pada usia masih diwajarkan. Kita perlu lebih terbuka, menerima, dan belajar dari siapapun itu. Semua bisa berpendapat, karena ini bukan wadah untuk beradu tingkatan usia.