Als Ik Mijn Denken Volgde.

Karya mungkin mengandung konten seperti referensi percobaan bunuh diri yang dapat memicu perasaan yang tidak menyenangkan.

Oleh Asti.

Desember 2021. Dia yang tak ingin disebutkan namanya bercerita dengan air matanya kepadaku. Ini benar-benar terjadi.

Rabu pertama di bulan Desember. Pukul 21.15.

Aku kembali ke rumahku. Aku lelah tapi semakin lelah. Aku menyapa kamar tidurku tanpa cahaya lampu. Hal menyakitkan itu baru saja terjadi dan merenggut rasa kantukku. Aku merasakan emosi yang berlebih. Tak terasa, sepertinya hampir 1 jam air mata bercerita. Aku ingin menutup mata, berkelana di alam mimpi, tetapi aku tak bermimpi apapun malam itu. Aku memeluk diriku yang tidak berarti ini. Menarik napas dan menghembuskan perlahan. “Ik ga naar Kinderdijk… Een dag…” setelah kalimat itu terucap, aku tertidur.

Kamis pertama di bulan Desember. Pukul 12.45.

Aku duduk termenung. Suasana rumah yang sepi turut disampingku. Masih tentang ‘sakit’ yang semalam. Pikiranku melayang ke suatu dunia yang berbeda. Aku berjalan mencari seutas tali dan menemukannya. Setelah itu, aku berjalan menuju kamar tidurku. Menatap ke langit-langit kamar, ada tempat yang bagus. Aku menarik sebuah kursi kecil dan memasang tali. Doei…

Keluargaku tiba, mendapati pintu rumah tak terkunci. Aku telah memberikan mereka ‘kejutan’. Tergantung dan terhembus sedikit oleh angin. Mereka berteriak, aku tidak mendengarnya. Kabar tentangku ini segera mereka beritahukan, termasuk kepada teman-temanku. Semuanya terkejut ketika mengetahuinya. Bahkan, ada yang sangat tidak dapat mempercayainya. Banyak pertanyaan bermunculan. Mengapa aku berani memilih jalan ini? Karena hanya jalan ini yang ingin mendengarkanku.

Suasana rumahku yang dingin. Kedua orangtuaku berada di sisiku. Tanpa senyuman sedikit pun. Mereka yang (mungkin) tidak merasa menyakitiku juga ikut menangis. Sepertinya paling sedih. Merasa kehilangan aku. Sudah, aku tidak akan membebani kalian. Aku hanya ingin minta maaf karena tidak sempurna seperti kalian. Lupakan saja hal kemarin yang hampir aku anggap indah.

Aku membayangkan andai hal itu menjadi kenyataan. Rindu akan kehadiranku. Bertanya mengapa ini terjadi. Sungguh dunia yang sangat aku harapkan. Namun, aku melihat hal pilu di dunia itu. Kedua orangtuaku tak sanggup kehilangan diriku. Merasa tersiksa. Mereka pun berakhir sama sepertiku.

Oh, Tuhanku… dunia itu sangat mengerikan. Aku tak ingin mereka mengikutiku dengan cara itu. Aku lalu kembali pada dunia ini.

Aku merasa ingin berada di dunia yang aku ciptakan sendiri itu. Namun, aku melihat banyak hal buruk yang akan terjadi pada keluargaku. Terpaksa aku kembali ke dunia yang sebenarnya. Berhenti sebentar. Andai aku berada di dunia itu, aku tidak akan merasakan kebahagiaan awal tahun. Andai aku berada di dunia itu, aku tidak akan membaca banyak buku lagi. Andai aku berada di dunia itu, aku tidak akan bertemu dengan teman yang memelukku dengan kehangatannya. Andai aku berada di dunia itu, aku tidak akan pernah pergi ke Kinderdijk. Andai aku berada di dunia itu, aku tidak akan menceritakan tentang ini disini.


Latte.

Oleh mrffdlh.

Hari ini hari Minggu, gua lagi nongkrong sama teman-teman gua di kedai kopi di Bogor, sekarang jam tiga sore dan gua lupa kalo ada deadline tugas yang harus dikumpul persis jam enam sore ini.

Gua baru sadar akan hal itu pas gua lagi nyeruput kopi yang baru aja dateng setelah dari jam dua siang tadi gua tunggu-tunggu. Latte, kopi yang paling sering gua pilih karena rasanya yang enak, menurut gua, tapi sekarang latte di cangkir merah ini jadi ga enak, karena buat gua jadi mikirin gimana caranya bisa ngerjain tugas yang udah deadline ini.

Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa gua bisa lupa, gua juga, kok bisa. Ini bukan tugas kuliah biasa yang dikasih setiap minggunya teman-teman, bukan, ini tugas dari mata kuliah yang tahun lalu gua gagal lulus. Karena tahun lalu yang gua dapet nilai D merah dan tau apa yang membuat gua jadi inget akan deadline ini? Ya, latte di cangkir merah ini.

Gua gak bawa laptop dan rumah gua jauh, di planet bernama Bekasi. Salah satu temen cewe gua yang dari tadi asik ngobrol tiba-tiba negor gua. Mungkin dia sadar ngeliat gua yang dari tadi hiperaktif usulin topik macem-macem buat diobrolin, sekarang malah diem aja kaya orang lagi nahan berak.

Dia nepok pundak gua dan nanya, “lo mules ya?” tanyanya random yang buat gua bingung jawabnya apa.

“Enggak kok, ini latte nya aneh rasanya, pait, gasuka gue,”

“Ah masa sih, kata temen gue justru latte-nya yang enak di kedai ini,”

Dia langsung ambil cangkir gua dan mulai nyicipin latte gua, di bagian yang sama saat gua nyruput latte-nya tadi.

“Ah enak kok ini, wangi juga kopinya, kayanya emang lo mules beneran deh Dil makanya jadi gaenak…hehehe,” komentarnya setelah nyruput kopi gua tadi.

Oiya, namanya Putri, temen kampus Rara, pacar gua. Putri emang orang yang ngajakin kita untuk nongkrong di tempat ini, katanya ini tempat temennya dia, baru satu bulan jalan, tempatnya emang cozy, playlist yang dimainin juga oke.

“Yeee Fadil, mentang-mentang Rara lagi ke WC, temennya diembat juga,” canda Lukman temen SMA gua.

Candaan Lukman ini ngebuat temen-temen gua yang lain jadi ngeliat ke arah gua dan Putri, dan mulai mengolok-olok gua.

“YEEEE Fadil rakus amat,” kata Ahmad.

“Iya tuh bener,” sahut Urip.

“Apaan sih lu pada, ini gua lagi complain sama Putri, kartanya di sini juaranya latte tapi masa latte gua ga enak yaudah deh abis itu Putri nyobain latte gua,” jawab gua memperjelas.

“Hehehe iya kok, begitu, abis Fadil keliatan kaya mules gitu jadi gua tanya aja kenapa,” sahut Putri dengan suara lembutnya.

“Gih sono nyet berak, tuh Rara udah keluar tuh, ntar lu cepirit di celana lagi,” Lukman menunjuk ke arah kamar mandi yang baru aja dipakai Rara.

“Engga lah, gila, lo kali ntar cepirit, gua tinggal pokoknya kalo lo cepirit.”

Rara keluar dari kamar mandi dan keheranan kenapa dia ditunjuk-tunjuk.

“KENAPA EHHH, ADA YANG ANEH YA SAMA GUE?” kata Rara panik.

“Iye tuh, ada sisanya di celana lo Ra,” jawab Urip usil.

Rara yang panik mulai teriak dan buat seisi kedai keheranan. Gua berdiri dan berjalan ke arah Rara.

“Gak ada apa-apa kok sayang, Urip cuma usil,”

“Beneran?”

Gua mengangguk.

“Yaudah duduk sana, aku ke kamar mandi dulu, mules,”

“Ihhh yaudah sana,” Jawab Rara sambil berjalan ke meja.

Gua masuk kamar mandi dan mulai ritual sambil buka chat sekalian cari siapa yang lagi online. Ternyata ada Sasa, junior gua di mata kuliah Gaya Bahasa, “apa sekalian gua minta tolong Sasa untuk kerjain tugas gua ya?” pikir gua dalam hati. Gua coba untuk chat Sasa.

“Sa, lagi sibuk gak? Hehe,” tanya gua.

“Ga kok bang, ada apa?” Sasa bertanya balik dalam waktu kurang dari satu menit.

“Hehehe…gak kok… Cuma mau nanya, paper gaya Bahasa lu udah beres?” tanya gua.

“Tumben amat nanya bang, dikit lagi sih, abis lumayan banyak jurnalnya,” jawaban yang tidak gua duga keluar dari jari seorang Sasa, mahasiswa paling rajin di angkatannya.

“Anjir…gimana nih…Sasa aja yang rajin belum beres, apalagi gua nanti ngerjain sendiri, malah ga kelar!” ucap gua dalam hati.

“Heheh iya nih Sa, lagi mentok juga, kali aja lu ada jurnal buat referensi, kan lo rajin tuh nyari-nyari jurnal,”

“Bisa aja lu bang, ada sih bang kalo lu mau, cuma Bahasa inggris, ngerti ga lu?” tanya Sasa mengejek.

Anjirrr…ngerti lah, emang gua sebego itu apa,” jawab gua sedikit kesal.

“Hehehehe, iya bang bercanda, yaudah nih bang gue kirimin,”

“Okeh, thanks Sa,” chat kita pun berakhir.

Sepintas gua teringat Joko, temen kampus seangkatan gua, dia udah lulus matkul ini tahun lalu. “Coba gua chat Joko deh,” gumam gua dalam hati.

“Jok, minta tolong dong, gua bayar nih per lembar cepe!”

Tanpa ada 10 detik, lebih cepet dari Sasa, Joko langsung bales.

“Sip, Gaya Bahasa 7 lembar, harus kumpul jam berapa?” jawab Joko sigap. Ajaib, dia bisa tau loh gua minta ngerjain matkul itu.

“Jam 6 Jok, aman?”

“Aman pak bos, nih rekening gua,” lagi-lagi ga ada 10 detik.

“Sip, gua lebihin nanti buat indomie, thanks ya Jok!” balas gua menutup chat.

Tenang, lega, ritual berjalan normal, deadline udah ga jadi beban pikiran, dan latte pasti jadi lebih nikmat. Pikir gua begitu saat itu.

Dari luar terdengar ketukan pintu dan suara perempuan. Suaranya samar karena terhalang pintu kamar mandi, jadi gua ga tau dia Rara, Putri, atau Mba-mba pengunjung yang ga sengaja nyium bau bom dari kamar mandi.

“Bentar mba bentarr!” jawab gua buru-buru.

Setelah mastiin bahwa ga ada jejak yang ketinggalan gua pun buka pintu kamar mandi. Ternyata yang dari tadi ngetok pintu itu Putri. Dengan wajah ga enak, Putri pun nanya ke gua,

“Lo gapapa dil? Lo mules bukan karena latte kan?” tanya Putri dengan wajah khawatir

“Engga kok Put, emang mules aja, kayanya gara-gara kebanyakan makan roti unyil deh tadi,” jawab gua menenangkan Putri.

“Syukur deh kalo gitu, yaudah lu dicariin tuh sama yang lain, gua juga pengen pake kamar mandinya,” Putri pun langsung masuk kamar mandi.

Dari depan kamar mandi gua ngeliat ke arah meja gua dan temen-temen, mereka lagi pada ngobrol seru, gak keliatan kaya lagi nungguin gua.

Akhirnya gua mutusin untuk pesen latte baru dan ngerokok di luar.


mrffdlh lahir di Jakarta dua puluh satu tahun lalu. maribergumam.blogspot.com adalah tempat curhat mrffdlh.

Flying Dutchman, Tokoh Kartun Yang Terinspirasi dari Mitos Arwah Gentayangan Pelaut Belanda

Oleh: Ozora Noor, mahasiswa Sastra Belanda 2020

Spongebob SquarePants, siapa yang tidak kenal dengan serial kartun yang mengisahkan petualangan spons kuning di kota fiksi bawah laut bernama Bikini Bottom. Kartun yang turut menemani masa kecil kita ini memiliki banyak karakter di dalamnya, salah satunya adalah Flying Dutchman. Tahukah kamu, karakter yang digambarkan sebagai arwah pelaut berwarna hijau, memancarkan cahaya hijau, dan melayang ini diambil dari kisah legenda pelaut Belanda sungguhan? Yuk, simak kisah dibalik karakter hantu pelaut yang tergolong humoris ini!

Dikutip dari screenrant.com, karakter Flying Dutchman pertama kali muncul di layar kaca pada tahun 1999 dalam serial kartun Spongebob SquarePants episode “Squidward the Unfriendly Ghost”. Dalam episode tersebut, tidak dikisahkan lebih lanjut terkait bagaimana kemunculan karakter hantu pelaut hijau yang melayang ini, namun yang menarik adalah kita bisa mengetahuinya melalui cerita legenda pelaut Belanda yang bernama sama, The Flying Dutchman.

Legenda The Flying Dutchman ini tidak hanya digambarkan pada serial kartun Spongebob SquarePants, namun juga dalam Film Pirates of the Caribbean produksi Walt Disney Pictures. Banyak versi yang mengisahkan Flying Dutchman (De Vliegende Hollander) ini. Nama Flying Dutchman sendiri bukanlah merujuk kepada nama seseorang melainkan nama kapal.

Menurut Agnes Andeweg, profesor sastra di University College Utrecht, mitos ini diperkirakan muncul pada akhir abad ke-18, era kemunduran maritim Belanda dan bangkrutnya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Konon, dikisahkan bahwa De Vliegende Hollander adalah kapal Belanda yang karam di Tanjung Harapan ketika hendak ingin berlayar ke pulau Jawa. Seluruh kru kapal beserta sang kapten, Van Der Decken, tidak selamat dalam peristiwa mengenaskan itu.

Menurut versi lain, dikutip dari Blackwood’s Edinburgh Magazine edisi Mei 1821, dikarenakan arwah kapten De Vliegende Hollander yang tidak terima atas kematiannya, ia menulis surat untuk orang-orang yang sudah mati dan dikirim ke kapal-kapal lain. Barangsiapa yang menerima surat tersebut, Van Der Decken bersumpah untuk tetap mengitari Tanjung Harapan tanpa berlabuh di manapun, meskipun itu di akhirat untuk menebar kemalangan bagi siapapun yang menerima suratnya.

“At the heart of every legend, there is a grain of truth,” Michael Scott, dalam bukunya The Alchemyst

Legenda Flying Dutchman sangat menarik untuk dibahas. Meskipun tidak ada bukti literatur yang jelas mengenai keberadaannya yang nyata , kisah-kisah hantu laut yang entah itu sungguhan atau hanyalah fenomena fatamorgana yang dialami pelaut pada zaman itu tentu masih menyisakan rasa penasaran untuk kita semua.

Daftar Pustaka:

Andeweg, Agnes. (2015). Manifestations of the Flying Dutchman: On Materializing Ghosts and (Not) Remembering the Colonial Past. Cultural History. 4. 187-205.10.3366/cult.2015.0093.

Tyler, A. (2021, February 13). SpongeBob SquarePants: The Flying Dutchman’s Backstory Explained. Retrieved November 25, 2021, from ScreenRant website: https://screenrant.com/spongebob-squarepants-flying-dutchman-ship-history-legend-explained/

Kisah Flying Dutchman, Kapal Era VOC yang Tak Pernah Bisa Berlabuh – Semua Halaman – National Geographic. (2021). Retrieved November 25, 2021, from National Geographic website: https://nationalgeographic.grid.id/read/132868673/kisah-flying-dutchman-kapal-era-voc-yang-tak-pernah-bisa-berlabuh?page=all

Flying Dutchman. (2021). Retrieved November 25, 2021, from SpongeBob SquarePants Wiki website: https://spongebob.fandom.com/id/wiki/Flying_Dutchman

Kolonialisme Belanda di Suriname dan Migrasi Orang Jawa

Oleh: Nabiel Fakriyah Zaldi (prodi Ilmu Sejarah)

Bila kita melihat kolonialisme Belanda, banyak yang membahas bahwa Belanda hanya memiliki wilayah di Indonesia. Selain Indonesia, Belanda juga menjajah sebuah negara kecil yang bernama Suriname. Pada awalnya, Suriname diperebutkan tak hanya oleh Belanda, namun juga oleh Inggris. Tetapi, Belanda pada akhirnya menguasai Suriname pada tahun 1800-an.

Bila kita melihat kondisi geografis dari Suriname, terdapat sumber daya alam yang sangat kaya dan juga subur. Masalah terjadi saat pemerintah Belanda mengalami kekurangan sumber daya manusia. Karena hal inilah akhirnya pemerintah Kolonial Belanda melakukan transmigrasi penduduk Jawa ke Suriname. Orang Jawa dipilih oleh Kolonial Belanda karena Pulau Jawa memiliki wilayah yang subur sama seperti Suriname. Maka, akan lebih mudah wilayah yang subur seperti Suriname dilakukan oleh orang Jawa. Di sisi lain juga terdapat masalah kepadatan dan kemiskinan yang terjadi di Pulau Jawa.

Orang Jawa yang berada di Suriname tetap tidak meninggalkan kebudayaannya. Seperti misalnya lagu-lagu Jawa yang masih sering didengar oleh masyarakat Jawa Suriname. Hal tersebut terjadi sampai sekarang; banyak karya seni Jawa yang terkenal di Suriname. Mengamati karya seni tak terkecuali lirik lagu maupun karya sastra sebagai representasi dunia ketiga dalam perspektif Bhabha, menarik dilakukan untuk memahami representasi budaya masyarakat Jawa Suriname sebagai diaspora Jawa yang keberadaannya diakibatkan oleh kolonialisme.

Orang Jawa yang berada di Suriname banyak yang kecewa dengan Pemerintah Kolonial Belanda. Mereka dijanjikan untuk merubah nasib di Suriname, tetapi mereka sulit untuk kembali ke kampung halaman mereka. Banyak orang Jawa yang menolak untuk berangkat ke Suriname akhirnya dibohongi dan diculik oleh pemerintah kolonial. Bila di Pulau Jawa hanya mendapatkan upah sebesar 33 sen, di Suriname mereka dijanjikan sebesar 60 sen per hari; tentunya banyak yang tergiur dengan upah yang dua kali lipat lebih banyak daripada di Jawa. Mereka juga mendapatkan banyak peralatan-peralatan dari pemerintah.

Janji Belanda tersebut tidak seluruhnya terealisasikan. Banyak orang Jawa yang akhirnya di diskriminasi oleh pemerintah Kolonial Belanda. Perlakuan buruk terhadap para indentured laborers bukan suatu hal yang tidak biasa. Mereka kerap dianggap rendah dan mendapat perlakuan yang kejam. Kondisi tersebut terutama dialami oleh suku Jawa karena tidak ada peraturan yang melindungi mereka. Walaupun tidak ada diskriminasi secara tertulis, namun terkadang mereka merasa menjadi warga yang dianaktirikan oleh Belanda. Pemerintah Belanda dianggap lebih mendahulukan kepentingan bangsa lain dibandingkan kepentingan dari suku Jawa. Kondisi-kondisi tersebut tentu saja mengecewakan para pekerja kontrak dari Jawa di Suriname karena mereka merasa telah ikut membantu Pemerintah Belanda dalam membangun Suriname. Rasa kecewa akan perlakuan tidak baik dari suku Creol terhadap suku Jawa sejak tahun 1890 hingga tahun 1946 serta rasa diskriminasi dari pemerintah Belanda, ikut mendorong mereka untuk pulang ke tanah air.

Daftar Pustaka:

Susanti. (2016). Nasionalisme dan Gerakan Mulih Njowo, 1947 dan 1954. 1(2), 110-113.

Sulistyo, Harry, Panji Satrio Binangun, Endang Sartika. (2020). HIBRIDITY, NATION, AND NOSTALGIC ASPECT: POSTCOLONIAL REPRESENTATION IN JAVANESE SURINAME SONG’S LYRICS. 10(3), 10.

Politik Etis: Menguntungkan atau Merugikan Kolonial Belanda?

Oleh: Nabiel Fakriyah Zaldi (Prodi Ilmu Sejarah)

Kebijakan Politik Etis adalah kebijakan politik balas budi pemerintah Hindia Belanda kepada masyarakat bumiputera (pribumi) yang berada di Hindia Belanda. Ketika Raja William III meninggal dunia, Dinasti Orange-Nassau jatuh kepada Putri Wilhelmina (1880-1962). Ratu Wilhelmina tidak hanya berdaulat atas negara Belanda, tetapi juga negara jajahan Belanda yaitu Hindia Belanda di timur jauh.

Kebijakan Politik Etis ini mulai mendapatkan tanggapan dari pemerintah Belanda saat pertama kali sang Ratu menyampaikan pidato pertamanya pada tahun 1901 yaitu: sang Ratu akan menerapkan kebijakan Politik Etis, dikarenakan Kerajaan Belanda memiliki sebuah tanggung jawab moral kepada penduduk pribumi di Hindia Belanda. Kebijakan ini mengganti kebijakan dari Raja William III tentang Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa yang terjadi selama tahun 1830-1915.

Karena tanam paksa tersebut, negara jajahan terus dikuras kekayaannya. Saat tanam paksa, Raja William III mempercayakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van den Bosch. Tanam paksa dihentikan karena munculnya berbagai macam kritik yang dikeluarkan Agrarische Wet 1870 dan Suikerwet (UU Agraria dan Gula
1870). Saat pidato pertama Ratu Wilhelmina, ia menegasakan bahwa Belanda menuangkan panggilan moral tersebut dalam tiga program Trias Van Deventer, yaitu Irigasi (Pengairan), Imigrasi, dan Edukasi.

Namun, dengan adanya Politik Etis, banyak penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai Belanda. Seperti Pendidikan bagi pribumi hanya terbatas untuk anak pegawai, lurah, dan tuan tanah. Walaupun begitu, Politik Etis tetap membuat bumiputera memperoleh Pendidikan.

Kebijakan ini yang nanti nya akan melahirkan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, HOS Tjokroaminoto, dan RA Kartini. Dengan adanya akses Pendidikan yang didapatkan dari Politik Etis, masyarakat bumiputera mulai menyadari dan tergerak untuk melawan penjajahan Kolonial.

Akibat dari politik ini, Belanda didesak untuk mundur dari bumipertiwi. Banyak dari tokoh-tokoh sipil pejuang kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari program Politik Etis. Bahkan, Soekarno dan Hatta yang kelak menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia mendapatkan Pendidikan karena adanya Politik Etis.

Maka, Politik Etis yang awalnya dilakukan Belanda untuk balas budi dan mendapat pegawai pribumi. Yang terjadi adalah adanya kesadaran nasional untuk melawan penjajah dan memerdekakan diri.

Daftar Pustaka :

Raharja Ucu, Karta. (2017). Politik Etis Ratu Wilhemina dan Tanam Paksa yang Menyiksa Pribumi. Republika.co.id. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/p07kvn282/politik- etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi-part1

Matanasi, Petrik. (2018). Sejarah Hidup Wilhelmina, Ratu Belanda yang Tak Rela RI Merdeka. Tirto.id. Diakses dari https://tirto.id/sejarah-hidup-wilhelmina-ratu-belanda-yang-tak-rela-ri- merdeka-cvZu

Kau Pernah Kehilangan Teman? Bagaimana Rasanya?

Oleh: Anonim

Kalau aku, arti teman itu…

Rumah aman tempat ternyaman, seperti kampung halaman.

Peluk terhangat setelah milik ibumu, juga saksi hidup perjalananmu.

Teman itu zona aman.

Apalagi, kalau hidup di tanah perantauan.

Hingga tiba masa ketika teman yang aku sebut teman tak lagi terasa seperti teman, rasanya sepi. Tanah ini sudah asing, kini rumahku pun terasa asing.

‘Mereka dulu, aku bisa menunggu’, pikirku.

Entah sejak kapan, tembok tak kasat mata sudah ada di sana bahkan sebelum aku menyadari kehadirannya. Kini, aku datang pun enggan. Mungkin sebenarnya sejak awal dia tak pernah menjadi temanku. Aku hanya orang luar yang kebetulan diterima, melebur bersama, padahal tanpa diriku pun dia tak mengapa.

‘Tidak apa-apa, sila datang kapan saja’ ucapnya. Padahal telinga tak lagi terpasang, ia hanya bersikap sopan.

Bagiku, aku kehilangan rumah.

Untukmu, aku hanya singgah.