Kolonialisme Belanda di Suriname dan Migrasi Orang Jawa

Oleh: Nabiel Fakriyah Zaldi (prodi Ilmu Sejarah)

Bila kita melihat kolonialisme Belanda, banyak yang membahas bahwa Belanda hanya memiliki wilayah di Indonesia. Selain Indonesia, Belanda juga menjajah sebuah negara kecil yang bernama Suriname. Pada awalnya, Suriname diperebutkan tak hanya oleh Belanda, namun juga oleh Inggris. Tetapi, Belanda pada akhirnya menguasai Suriname pada tahun 1800-an.

Bila kita melihat kondisi geografis dari Suriname, terdapat sumber daya alam yang sangat kaya dan juga subur. Masalah terjadi saat pemerintah Belanda mengalami kekurangan sumber daya manusia. Karena hal inilah akhirnya pemerintah Kolonial Belanda melakukan transmigrasi penduduk Jawa ke Suriname. Orang Jawa dipilih oleh Kolonial Belanda karena Pulau Jawa memiliki wilayah yang subur sama seperti Suriname. Maka, akan lebih mudah wilayah yang subur seperti Suriname dilakukan oleh orang Jawa. Di sisi lain juga terdapat masalah kepadatan dan kemiskinan yang terjadi di Pulau Jawa.

Orang Jawa yang berada di Suriname tetap tidak meninggalkan kebudayaannya. Seperti misalnya lagu-lagu Jawa yang masih sering didengar oleh masyarakat Jawa Suriname. Hal tersebut terjadi sampai sekarang; banyak karya seni Jawa yang terkenal di Suriname. Mengamati karya seni tak terkecuali lirik lagu maupun karya sastra sebagai representasi dunia ketiga dalam perspektif Bhabha, menarik dilakukan untuk memahami representasi budaya masyarakat Jawa Suriname sebagai diaspora Jawa yang keberadaannya diakibatkan oleh kolonialisme.

Orang Jawa yang berada di Suriname banyak yang kecewa dengan Pemerintah Kolonial Belanda. Mereka dijanjikan untuk merubah nasib di Suriname, tetapi mereka sulit untuk kembali ke kampung halaman mereka. Banyak orang Jawa yang menolak untuk berangkat ke Suriname akhirnya dibohongi dan diculik oleh pemerintah kolonial. Bila di Pulau Jawa hanya mendapatkan upah sebesar 33 sen, di Suriname mereka dijanjikan sebesar 60 sen per hari; tentunya banyak yang tergiur dengan upah yang dua kali lipat lebih banyak daripada di Jawa. Mereka juga mendapatkan banyak peralatan-peralatan dari pemerintah.

Janji Belanda tersebut tidak seluruhnya terealisasikan. Banyak orang Jawa yang akhirnya di diskriminasi oleh pemerintah Kolonial Belanda. Perlakuan buruk terhadap para indentured laborers bukan suatu hal yang tidak biasa. Mereka kerap dianggap rendah dan mendapat perlakuan yang kejam. Kondisi tersebut terutama dialami oleh suku Jawa karena tidak ada peraturan yang melindungi mereka. Walaupun tidak ada diskriminasi secara tertulis, namun terkadang mereka merasa menjadi warga yang dianaktirikan oleh Belanda. Pemerintah Belanda dianggap lebih mendahulukan kepentingan bangsa lain dibandingkan kepentingan dari suku Jawa. Kondisi-kondisi tersebut tentu saja mengecewakan para pekerja kontrak dari Jawa di Suriname karena mereka merasa telah ikut membantu Pemerintah Belanda dalam membangun Suriname. Rasa kecewa akan perlakuan tidak baik dari suku Creol terhadap suku Jawa sejak tahun 1890 hingga tahun 1946 serta rasa diskriminasi dari pemerintah Belanda, ikut mendorong mereka untuk pulang ke tanah air.

Daftar Pustaka:

Susanti. (2016). Nasionalisme dan Gerakan Mulih Njowo, 1947 dan 1954. 1(2), 110-113.

Sulistyo, Harry, Panji Satrio Binangun, Endang Sartika. (2020). HIBRIDITY, NATION, AND NOSTALGIC ASPECT: POSTCOLONIAL REPRESENTATION IN JAVANESE SURINAME SONG’S LYRICS. 10(3), 10.

Geef een reactie

Het e-mailadres wordt niet gepubliceerd. Vereiste velden zijn gemarkeerd met *