Politik Etis: Menguntungkan atau Merugikan Kolonial Belanda?

Oleh: Nabiel Fakriyah Zaldi (Prodi Ilmu Sejarah)

Kebijakan Politik Etis adalah kebijakan politik balas budi pemerintah Hindia Belanda kepada masyarakat bumiputera (pribumi) yang berada di Hindia Belanda. Ketika Raja William III meninggal dunia, Dinasti Orange-Nassau jatuh kepada Putri Wilhelmina (1880-1962). Ratu Wilhelmina tidak hanya berdaulat atas negara Belanda, tetapi juga negara jajahan Belanda yaitu Hindia Belanda di timur jauh.

Kebijakan Politik Etis ini mulai mendapatkan tanggapan dari pemerintah Belanda saat pertama kali sang Ratu menyampaikan pidato pertamanya pada tahun 1901 yaitu: sang Ratu akan menerapkan kebijakan Politik Etis, dikarenakan Kerajaan Belanda memiliki sebuah tanggung jawab moral kepada penduduk pribumi di Hindia Belanda. Kebijakan ini mengganti kebijakan dari Raja William III tentang Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa yang terjadi selama tahun 1830-1915.

Karena tanam paksa tersebut, negara jajahan terus dikuras kekayaannya. Saat tanam paksa, Raja William III mempercayakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van den Bosch. Tanam paksa dihentikan karena munculnya berbagai macam kritik yang dikeluarkan Agrarische Wet 1870 dan Suikerwet (UU Agraria dan Gula
1870). Saat pidato pertama Ratu Wilhelmina, ia menegasakan bahwa Belanda menuangkan panggilan moral tersebut dalam tiga program Trias Van Deventer, yaitu Irigasi (Pengairan), Imigrasi, dan Edukasi.

Namun, dengan adanya Politik Etis, banyak penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai Belanda. Seperti Pendidikan bagi pribumi hanya terbatas untuk anak pegawai, lurah, dan tuan tanah. Walaupun begitu, Politik Etis tetap membuat bumiputera memperoleh Pendidikan.

Kebijakan ini yang nanti nya akan melahirkan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, HOS Tjokroaminoto, dan RA Kartini. Dengan adanya akses Pendidikan yang didapatkan dari Politik Etis, masyarakat bumiputera mulai menyadari dan tergerak untuk melawan penjajahan Kolonial.

Akibat dari politik ini, Belanda didesak untuk mundur dari bumipertiwi. Banyak dari tokoh-tokoh sipil pejuang kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari program Politik Etis. Bahkan, Soekarno dan Hatta yang kelak menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia mendapatkan Pendidikan karena adanya Politik Etis.

Maka, Politik Etis yang awalnya dilakukan Belanda untuk balas budi dan mendapat pegawai pribumi. Yang terjadi adalah adanya kesadaran nasional untuk melawan penjajah dan memerdekakan diri.

Daftar Pustaka :

Raharja Ucu, Karta. (2017). Politik Etis Ratu Wilhemina dan Tanam Paksa yang Menyiksa Pribumi. Republika.co.id. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/p07kvn282/politik- etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi-part1

Matanasi, Petrik. (2018). Sejarah Hidup Wilhelmina, Ratu Belanda yang Tak Rela RI Merdeka. Tirto.id. Diakses dari https://tirto.id/sejarah-hidup-wilhelmina-ratu-belanda-yang-tak-rela-ri- merdeka-cvZu

Geef een reactie

Het e-mailadres wordt niet gepubliceerd. Vereiste velden zijn gemarkeerd met *